Konser PSM Universitas Padjadjaran “The Inspirations”

Dari milis AgriaSwara IPB (29 Mei 2004)

Lapdangmat Konser “The Inspirations”

PSM Universitas Padjadjaran

Erasmus Huis, 25 Mei 2004

(Pranala YouTube hanya sebagai referensi)

PSM Unpad di Swiss (Dari Facebook PSM Unpad)

PSM Unpad di Swiss (Dari Facebook PSM Unpad)

Bubuy bulan, bubuy bulan sangrai bentang

Panon poe, panon poe disasate

Unggal bulan, unggal bulan abdi teang

Unggal poe, unggal poe oge hade

Situ Ciburuy laukna hese dipancing

Masa sih? Masa sih?

(tunggu!)

(kayaknya ada yang salah)

LHO?

Frenz, tadi malem Unpad konser. Buat Helmy dan Bolo-Bolo I yang nyempetin diri nyuri-nyuri waktu di tengah ujian, gw bisa bilang, “Selamat, Anda layak dapat bintang.” Gak rugi deh.

KONSERNYA* BAGUS!

*El Primo, thx ya, buat free-pass-nya ^-^ jadinya, mau gak mau bikin Lapdangmat…

Kalo biasanya gw banyak mencela, tadi malem gw lebih banyak memanjakan diri dengan… simply enjoying the seconds, the minutes… sampai konser berakhir LEBIH DARI 2 JAM kemudian.

Konsernya paaaaanjaaaaaang… dan laaaaamaaaaa… itulah choky sitohang…

MC-nya mengingatkan orang Bogor pada seorang yang tak asing lagi: Dia telah menjadi wanita keurir dan pernah menggeluti blantika musik AgriaSwara… hadirin yang terhormat… DIASTIKA cahyanirahwidiatiharummewangisepanjanghari…

Tapi sayang, yang semalem lidahnya kurang bule waktu nyebutin lema-lema dalam bahasa Jerman dan Inggris. Meuni Sundaaa pisan. In this case, K Diaz 8, MC tadi malem 2, Choky Sitohang 10. (Whatt???)

KOSTUMNYA… ^-^, ^o^, ^=^, matak binangkit kadeudeuh… geuliiis pisan.

On the LADIES, gaun berwarna hijau pupus itu tampak elegan tapi sederhana. Seperti keramahan Kota Kembang yang saya tahu. Cantik. On the GENTS… sekilas tampak kayak marshmallow ^^.

Sesi I. First note, first attack, first syllable. “Aaaaargh! Flawless! I wish I could do it like dat.” Secara keseluruhan, dari awal sampai akhir, attack, release, dan cut off mereka emang bagus banget. Rapi, ‘direct’, dan tidak ada yang tidak bertanggung jawab dengan kodok-dalam-tenggorok dan glissandi-glissandi yang tidak perlu.

Mereka bawain 10 lagu Franz Haydn (1732-1809, klasik) dengan iringan piano. Beberapa sacred, tapi ada juga yang secular. FYI, lagunya panjang-panjang. Gosh! Gw rasa buku partiturnya 200 halaman nyampe kallleee. Tapi gw suka sesi I-nya.

Sopran Unpad itu. Adduh. Tonalitasnya sangat terjaga. Blending-nya… top banget. Gw tuh sampe iseng pengen nyoba nangkep suara individu sopran paling kanan, yang paling deket sama gw, ternyata gak bisa. Bener-bener lebur jadi satu. Gw yakin masing-masing mereka kalo disuruh nyanyi satu-satu pasti bisa dibedain si A suaranya begitu, si B gitu. Tapi ketika mereka nyanyi bareng, semuanya kok ya jadi seragam. Dan, tidak seperti kita (gapapa, ya, buat pelajaran), nada-nada mereka (SATB) benar-benar full. Every single note. Bahkan pada tempo cepat sekalipun. Di ambitus atas, nada-nada tingginya tidak terdengar ‘pengen cepet selesai ah, nyanyi di nada tinggi gak enak’, atau ‘yah, nada rendahnya, asal ada desahnya aja lah’. Frenz, di konser Agria kemaren, menurut Arvin, ini masih jadi salah satu dari masih banyak kekurangan kita. Belajar lagi ya, anak-anak.

Altonya cukup representatif untuk dijadikan role model. Meskipun tidak bisa dibilang sangat bagus (I’ve heard of a better one), tapi lagi-lagi… BLEND. Dan entah kenapa, gw berpikir alto Unpad itu nggak kaku. Kebanyakan padsu yang gw denger, biasanya kalo S, T, dan B-nya udah ‘bernyanyi’, suara altonya terdengar seperti orang baca teks Pancasila. Rataaa aja. Kata Ewinx sih, agak-agak boros nafasnya, tapi gak begitu kentara kok. Yang jelas, mungkin karena faktor jumlah penyanyi, altonya BALANCE banget sama sopran. Tenor? Tunggu ya…

Tenornya ada 9 orang, 3 orang di belakang jadi masternya. Ada Nugie, ada Leo, ada Reno. Leo itu yang tahun ini ke Jepang bareng Arvin, lolos seleksi Eizyen Youth Choir (AYC). Sejujurnya, Tenor Unpad itu bikin jealous gw, euy. (Lho, kenapa? Apakah mereka berselingkuh? Ngek! GUBRAK!). Tenor mereka itu keliatannya begitu tanpa kesulitan. Nggak ada suara leher, sangat beresonansi. Sembilan (atau entahlah, kekuatan bisa berpusat di beberapa orang saja) Tenor mereka benar-benar bisa meng-cover suara lain dengan seimbang. Padahal jumlah total penyanyi ada 59 orang. Dan, ya, lagi-lagi… BLEND.

Ck… ck… ck… gw rasa mereka latiannya pake blender. Sambil minum jus buah, gitu…

Bassnya mungkin agak kurang bervolume, dan keliatannya pada beberapa lagu, bebarapa Tenor nyambi nge-bass juga. Biasa lah, kayak qta juga…. “Okeh, Tenor 1 ambil Alto 2, Tenor 2, ambil Bass1, lho, yang ngambil suara Tenor siapa?… yah, Arvin ajah solo… ^o^…”

Pada nada-nada tinggi, Bass –sepertinya sebagain besar Bass, terutama yang di baris depan– keliatan agak-agak desperado. Kurang rileks. Dan terdengarnya pun begitu. Di lagu-lagu sesi I, kekurangan di Bass ini memang bikin lagu klasiknya Haydn menjadi… kurang Haydn, kurang klasik. Gw baru nyadar pas diingetin. Susah juga sih, kalo lagu klasik, standarnya ya… Monteverdi Choir deh. Kebetulan pernah denger di CD-nya Ci Ingrid. Grrrr! Bass mereka itu… di bagian fortenya… Dhuarr!!! SEPERTI HALILINTAR. Gagah buanget. Mungkin, Bass masih jadi sedikit nilai minus di padsu Unpad, tapi… mungkin itu memang masalah materi vokal. Bass Agria apa kabar? Eh, guyz, ntar dengerin bassnya TC yach…. biar bisa bandingin.

Monteverdi Choir: Komm holder Lenz (Joseph Haydn)

Seisi II… eng-ing-eeeeng…. Ini dia yang ditunggu para penonton yang haus ‘Paduan-Suara?-yah-bolehlah-asal-menghibur’. Di sini, Unpad, menurut gw… selalu INOVATIF. Di konser mereka sebelumnya, “A Touch of Melody”, mereka make Binu Sukaman sebagai bintang tamu, solis, terus mereka bawain repertoar modern Eropa Timur, dan lagur rakyat Afrika.

Tadi malem, mereka bawain 5 karya John Rutter yang asoy geboy itu, dari ‘Five Childhood Lyrics’. Lima lagu, lima tema, lima suasana, lima mood, lima atmosfer. UNPAAAD…! Aku benci padamu karena kamu telah membawakannya dengan sangat baik!

Monday’s Child, Tuesday’s Child… Sunday’s Child… tiap hari bikin anak… (lho? )

The Owl and The Pussy-Cat. Giacosonya dapet. Keriangan tema kanak-kanaknya juga dapet. Kurang ajarnya, mereka seperti tau ‘batas-batasnya’. Nggak ada yang berlebihan atau dibuat-buat.

Windy Night. Frase ‘gallop, gallop’-nya…. DEGH! Kompak baget. Padahal cepet, dan penuh aksen. Di bagian sini, entah kenapa, Bass-nya Unpad ‘muncul’ (“Baru dari kamar kecil, ya, Mas?” ^-^)

Mattew, Mark, Luke and John.

Matthew… hadir

Mark… ada

Luke… lagi ke belakang

John… sakit peyut, Bu Guru.

Dipikir lagu tentang Ibu Guru yang lagi ngabsen muridnya, ternyata kata Ewinx itu 4 muridnya JC. ^-^, maaf ya, Winx, gak tau. Tapi, lagu ini… hmmm… siapa tuh, maju?

“Iiiii ada cewek. Nyanyi solo di lagu ini.”

Suaranya beniiiiing banget. Kayak dengerin tetes hujan di pagi hari. Sejuk. Sangat enak didengar di telinga. Kalo membran timpani bisa bicara, pasti dia bilang… “mmh… mmmmh… yeaah…” Abis, bener-bener kayak dimanjain sama warna vokalnya yang meskipun kurang power tapi sangat bersih. Memukau. Cuman satu aja sih, kurang power ajah.

Sing a Song of Sixpence, tau kan, lagunya mereka di final FPS ITB 2000 (Agria kalo gak salah pernah ikut yach? Nah lho, zaman apa tuh? Palaeolitikum, ya? ). Lagu ini cukup familiar di telinga gw, dan tadi malem, meskipun ‘ekor’ lagunya ada sedikit kepleset, tapi tempo mereka sangat terjaga. Upbeat lho! Duh, jadi inget sama ‘diri sendiri’. Kalo misalkan sekarang-sekarang ‘diri sendiri’ bawain lagu ini, kayaknya Kang Arvin bakalan nangis-nangis deh… “Kalian tuh, maunya gimana sih? Aku kasih tempo, kalian ngalor-ngidul entah kemana. Masa aku yang malah ngikutin kalian. Kalo gini caranya… udah… aku pulang aja ke Bandung… ;)”

Selanjutnya… kami tampilkan….

NUGIE.

Lampu Merah (24/5). Para penggemar Nugie tampak antusias menyambut kedatangan Nugie ke atas pentas. Malam itu Nugie tampil dengan kostum kepompong ulat daun. Nugie memetik gitarnya dan duet bersama Katon, kakaknya, menyanyikan lagu Goyang Dong Brad (baca: Dombret, Red.)

LHO?

Maaf, ada wartawan nyosor ke milis. Maklum, numpang tenar…. hehehehe….

Nugie, alias Nugraha Tri, nyanyiin sebuah lagu rakyat Andalusia (deee yang mau ke Spanyol ^-^), Bolleras Sevillanas, dengan iringan piano dan kontra bass. Baguuuus. Buat gw pribadi, gw nemuin lagi role model gw buat suara tenor, setelah Ivan Yohan dan Arvin Zeinullah. Bapak-Bapak, saya ingin bisa bernyanyi seperti Anda… doakan saya, saya akan berusaha…

Lalu… hoplaaa… La Cucaracha. Lagu ini… padahal artinya kan ‘kecoa’ gitullohh. Tapi, tadi malem, lagu ini jadi Request of the Day (or the Night?).

BAGUS!

Ada 3 alasan kenapa gw bilang begitu

  1. Aransemennnya emang bagus, dan ya… kebayang deh susahnya.
  2. Style bernyanyi-nya. Kalo di mode ada isitilah modis, buat mereka, gw bisa bilang, nyanyinya ‘stylish’.
  3. Interpretasi Arvin, the conductor himself. Percaya gw deh, di tangan Arvin, sebuah lagu ‘biasa’ bisa jadi terdengar ‘luar biasa’. Kurang apa lagi coba, Agria udah dapet dia. “Agria! Ey, Agria… bangun.. ayo.. udah siang.”

Ayo. Latiannya yang bener. Jangan maen-maen terus ah.

Udah itu ada lagu Canto Negro. Lagi-lagi mereka dapet skor 8 dari 10 buat lagu ini.

Setelah 3 lagu berbahasa Espaniola itu, barulah…

Bubuy bulan, bubuy bulan sangrai bentang

Panon poe, panon poe disasate

Unggal bulan, unggal bulan abdi teang

Unggal poe, unggal poe oge hade

Situ Ciburuy laukna hese dipancing

Masa sih? Masa sih?

(ternyata bener, ada frase ‘masa sih, masa sih’-nya, tapi dalam bahasa Sunda…)

Aduuuh… jadi pengen pulang ke rumah. Sebagai orang Sunda, saya the meuni geugeut pisan sama lagu ini. Jadi inget dulu, waktu masih kecil, saya suka jalan-jalan ke balong pinggir sawah… newak berenyit, Akang,

This delicate song is arranged, in a way, very differently. Bagian pertama ada semacam mukadimah cerita. Intro ke badan lagu. Syairnya lucu… ada kata-kata… ‘sare (tidur) di Amerika’ segala.

Nanaonan eta geura? Kabayan melancong ke Amerika? Hahahah… Kang, salam atuh sama Bi Yonse Nowleus.

Bagian cantus firmus lagu ini juga ditata apik dengan style bernyanyi ala sinden Sunda. Tenor dan Bass-nya terdengar benar-benar seperti pemuda sederhana yang lagi godain gadis geulis kembang desa.

IMPRESSIVE, I’m tellin’ ya.

Finale-nya sebuah lagu Sunda lagi, bikinan Mang Koko, judulnya Beca. Yg ngaransemen Sudjoko. Itu lho, yang ngaransemen Naik Delman. The Odyssey, Agria pernah bawain lagu ini. No comment ah.

Di lagu Sunda kedua ini, gaya norak-kampung-sederhananya Kabayan keluar tuh. Heheotan sagala geura.

Fabulous!

Jadi, teman-temanku seperguruan, seperjuangan, seperjalanan… yuk ah… bareng-bareng bangun AgriaSwara biar jadi kokoh dan  bersinar.

2 thoughts on “Konser PSM Universitas Padjadjaran “The Inspirations”

  1. HENDRAAAAAAA…. gw gak nyanyi lagu goyang dombret yah!! hahahahahaha…
    BTW, aku sungguh iri pada keahlianmu menulis… sungguh enakeun bacanya,,,,

    • Nugiiiiiii…. Gw juga iri lho sama lo di lapdangmat itu. Dulu kan lo idola gw. Maissy Pramaisshela kalah deh! heuheuheu

Tanggapi