Audisi… oh… Audisi

Dari milis AgriaSwara IPB (10 Februari 2009)

Audition

Membaca peta kekuatan tim konser tahunan AgriaSwara dan KPS Unpar 2009 sepertinya membuat istilah AUDISI menjadi sesuatu yang menakutkan yah. Dari keseluruhan komunitas AgriaSwara disaring lagi menjadi tim konser, kemudian dari tim konser disaring lagi menjadi tim festival KPS Unpar, dan besar kemungkinan dari tim KPS ini akan disaring lagi menjadi tim festival Busan Korea.

Kenapa sih harus ada audisi?

Dan kenapa begitu mesti berlapis-lapisnya itu yang namanya audisi?

Kita ngopi bentar yuk sambil membahas sedikit mengenai esensi dari audisi.

Dalam perjalanan panjang AgriaSwara, gw yakin yang namanya audisi bukan hal baru. Apalagi buat yang udah melewati tiga periode kepelatihan (Victor-Ingrid-Arvin) macem gw ^-^. Tapi, kelihatannya, ada mekanisme avant garde di sini. Kalo dulu audisi nggak dibikin sebegitu banyaknya untuk suatu event, sekarang AgriaSwara lebih demanding dalam hal requirements untuk sebuah tim konser atau festival. Kalo mo ditilik, sebenarnya audisi memang bertujuan pada peningkatan kualitas dan kesiapan tim untuk level kompetisi luar negeri. Tapi lebih dari itu, juga untuk mengukuhkan posisi kita secara global dalam dunia paduan suara yang semakin diminati.

Mari kita menggeser pola pikir kita pada international mindedness [kayak training PYP aja nih, gw???]

Pada zaman dahulu, untuk memenangi sebuah FPS ITB aja kayaknya kita mesti bermimpi-mimpi dulu. Sekarang, lihatlah, jalan menuju puncak prestasi sudah terbuka jauh lebih lebar. Bagaimana bisa? Karena kita menggunakan sistem audisi.

Mengapa harus berlapis?

Karena proses kematangan vokal pada setiap penyanyi itu berbeda-beda. Tetapi, pada dasarnya, proses itu BUTUH WAKTU. Pada beberapa orang, mungkin butuh satu tahun, pada orang lain, butuh hingga empat tahun. Gw sendiri ngerasa, sejak bergabung dengan AgriaSwara sekitar abad ke-19 (barengan Schubert masuk Vienna Boys Choir??? hehehehhe), baru pada tahun 2002 gw ngerasain perkembangan yang pesat dalam hal musikalitas, kemampuan, dan pengetahuan bernyanyi. Itu pun, hingga hari ini, gw masih selalu memposisikan diri gw seperti anak TK yang penuh antusiasme ingin belajar hal-hal baru, repertoar baru dari berbagai genre dan zaman, dan teknik bernyanyi dari orang-orang hebat yang selalu gw kagumi pencapaian musikalnya. Dan, sebisa mungkin, gw masih mengasah kemampuan itu secara konsisten.

Ada yang salah dengan kerangka berpikir kebanyakan anak-anak paduan suara.

Mereka berpikir, ketika mereka telah pernah lulus audisi untuk sebuah kompetisi, misalnya, mereka berpikir mereka sudah mencapai kualifikasi seorang penyanyi yang baik. Mereka berpikir, kualitas yang mereka capai pada audisi itu akan lekat pada mereka selamanya. Nggak heran, setelah itu mereka menghilang dari peredaran. Nggak pernah datang latihan rutin lagi. Kalo ada audisi festival luar negeri lagi aja, baru tuh, kucluk-kucluk, mereka keluar, out of the blue, out of nowhere.

Apa yang terjadi kemudian adalah… kualitas mereka menurun.

Dan ketika ada audisi lagi, anggota-anggota baru yang memang rajin dan rutin latihan dan mengalami perkembangan pesat, kemudian muncul sebagai bakat-bakat baru yang lulus audisi, dan MENGGESER posisi senior-senior mereka yang vakum latihan itu.

Ini gw amati terjadi di AgriaSwara.

Sayang lho, padahal sebenarnya kita juga berharap bahwa yang sudah cukup bagus, akan lebih bagus lagi dengan latihan yang rutin dan konsisten. Bukan hanya rajin kalo ada festival luar negeri doang! Dalam hal inilah, audisi menjadi sebuah barometer yang efektif dalam mengukur perkembangan setiap anggota paduan suara.

Dengan tulisan ini pula, gw pengen menyemangati ade-ade anggota AgriaSwara yang baru setahun, dua tahun, atau bahkan empat tahun bergabung tapi belum pernah bisa dapat kesempatan bergabung dengan tim kompetisi atau konser, kita refleksi yuk. Di mana kekurangan kita, mari kita perbaiki. Jangan dibikin kalah sebelum bertanding dulu sama kakak-kakaknya. MEREKA BELUM TENTU LEBIH BAGUS KOK DARI KALIAN. Pelatih yang jeli akan dengan mudah membedakan suara yang terlatih dengan yang tidak. Kalo seorang anggota berpikir bahwa suara dia sudah bagus tapi kemudian tidak melatihnya secara konsisten, maka pelatih yang jeli akan bisa mendengar itu.

Trust me, even the sharpest knife will turn dull when it’s not used.

Dan, Ef Wai Ai, bahkan dalam sebuah paduan suara yang sudah lebih established seperti Batavia Madrigal Singers pun, sistem audisi ini masih berlaku. Serunya lagi, audisi baru dilakukan di tengah proses menuju konser atau festival. Jadi, kita sudah melatih seluruh repertoar dulu, baru kemudian audisi dilakukan. Dan, kehadiran pada latihan pun menjadi bahan pertimbangan hasil audisi. Selalu ada kemungkinan tidak lolos audisi.

Jadi, apa pun hasil audisi kemarin, ayo kita masing-masing refleksi. Konsep kualitas dalam musik sederhana kok: Practice makes Perfect. Diasah terus, kalo nggak mau pisau kalian menjadi tumpul.

Semoga memberi pencerahan ^-^

Tanggapi