Prima Vista

Seorang pemusik, apa pun instrumen yang ia mainkan, biasanya dituntut untuk memiliki kemampuan prima vista, atau sight-reading. Dalam kasus kita sebagai penyanyi, prima vista juga diterjemahkan sebagai sight-singing. Gw belum berhasil menemukan padanan kata ini dalam bahasa Indonesia, jadi, sementara kita pakai istilah Italianya saja kali ya, prima vista, yang secara harfiah berarti ‘pandangan pertama’ (begitu menggoda? xixixi).

Tunggu!

Apaan sih prima vista? Pandangan pas ngeliat konduktor untuk pertama kalinya? Atau pandangan pertama dari orang yang naksir kita di paduan suara? Nah lho!

Baiklah, mari kita perjelas batasan prima vista, utamanya dalam berpaduan suara.

Definisi prima vista yang sederhana nggak perlu jauh-jauh kita cari. Coba aja cek Wikipedia. Prima vista berarti membaca dan memainkan (atau menyanyikan) sebuah karya musik yang tertulis, terutama ketika pemusik atau penyanyi belum pernah melihat partitur musik tersebut sebelumnya.

Seberapa pentingkah kemampuan prima vista?

Menjawab pertanyaan ini, gw jadi inget lema blog yang gw tulis di blog gw yang lain, yang gw tulis sekitar tahun 2004. Di lema tersebut gw mengumpulkan beberapa tips dari pelatih dan pengaba paduan suara bagaimana bernyanyi dengan baik. Salah satunya, dari Brian Ohnsorg, seorang pelatih paduan suara dari Negeri Paman Sam. Kata Ohnsorg:

Menjadi seorang sight-reader yang baik akan memungkinkan siapa pun untuk belajar musik lebih cepat, terdepan dalam latihan, dan membantu dalam berkonsentrasi pada kualitas vokal. Prima vista, seperti otot, hanya semakin kuat dengan pengulangan. Tidak peduli apa yang kamu nyanyikan. Baik itu sebuah himne, buku latihan membaca not, atau secarik partitur musik yang tergeletak di ruang paduan suara. Sebagai permulaan, coba ambil sebuah karya musik, temukan pitch awal kamu, kemudian bernyanyilah sambil selalu awas dengan “rambu-rambu” musik pada partitur yang kamu pegang. Jangan berhenti! Kalaupun ada salah, hajar saja dulu. Selama kamu terus berusaha memperbaiki kesalahan, lambat laun kamu akan menjadi lebih fasih dalam bahasa musik. Kita tidak dilahirkan dengan kemampuan prima vista. Ini adalah keterampilan yang dipelajari. Kadang butuh bertahun-tahun, tapi kalau kamu terus berusaha, kamu pasti bisa.

– Brian Ohnsorg

Terus gimana dong? Gw nggak bisa. Gw nggak pernah belajar teori musik. Bagaimana mungkin, membaca aja aku sulit? Terus, terus, do mi sol do aja gw fals?

Nah, kan tujuan gw nulis ini blog buat berbagi sedikit nektar ilmu pengetahuan dan madu pengalaman bermusik. Jadi, dengan penuh kesenangan hati, gw ingin berbagi sebuah buku untuk latihan bernyanyi prima vista buat kalian. Judulnya “Eyes and Ears: an Anthology of Melodies for Sight-Singing” karya Benjamin Crowell, yang sejatinya adalah seorang fisikawan. Buku ini gw unduh gratis dari Art Song Central, jadi nggak ada masalah hak cipta di sini. Teman-teman silakan unduh buku tersebut di sini.

Perhatian perhatian! Not balok ya boooo, bukan not angka.

Gw akan harus menulis lema tersendiri mengenai dilema not balok-not angka ini. Nanti deh. Tapi sementara gw dengan agak sungkan harus berkata bahwa sebaiknya semua penyanyi, baik solo maupun paduan suara, hanya menggunakan partitur dengan not balok. Hal ini amat sangat krusial untuk banyak alasan. Di antaranya adalah visualisasi melodi dan harmoni dalam not balok jauh lebih kuat daripada not angka. Kita dengan mudah bisa melihat apakah interval dari sebuah nada ke nada berikutnya naik atau turun pada partitur not balok. Kita juga bisa dengan mudah memindai setinggi apa kira-kira sebuah nada atau keseluruhan lagu dengan melihat posisi not pada garis paranada. Pada partitur not angka, ini nyaris mustahil. Selain itu, fenomena partitur dengan angka-angka di dalamnya sejauh pengetahuan gw hanya terjadi di Indonesia. Gw belum membaca secara menyeluruh apa sejarah di balik fenomena ini, dan mengapa ini cukup kuat berakar dalam musik (paduan suara) di tanah air. Tapi gw bisa meyakinkan teman-teman semua kalau belajar prima vista dengan not balok itu bisa kok. Cuman ya itu, seperti Ohnsorg bilang, butuh kesabaran, ketelitian, dan pengulangan. Setelah lebih dari 4 tahun berpaduan suara, gw juga baru bisa kok. Itu juga kalo udah komposisi musik atonal macam “Nonsense Madrigal” (Ligeti) atau “Situaties” (de Ruiter) mah, gw juga harus mengadu pada piano.

Nah, apa pun musik yang akan kalian pelajari pada latihan berikutnya, dengan bekal kemampuan prima vista yang cukup, proses latihan pasti akan berjalan lebih lancar, efektif, dan efisien. Konduktor juga biasanya paling senang dengan paduan suara yang bisa langsung ‘membunyikan’ melodi dan harmoni sebuah lagu baru. Apalagi kalau paduan suara berkesempatan mempremiérkan sebuah komposisi. Wah, itu akan sangat menantang.

Selamat berlatih!

Kalo bisa prima vista yang ini, berarti kalian jago 😛

Modus Novus????

6 thoughts on “Prima Vista

  1. Double flats,double natural.pindah kunci.itu tinggal ngambil satu nada…dipikir larinya kemana trus pelan pelan pasti dpt itu…

Tanggapi